Hey blog, sudah lama kata-kata dalam pikiran ini tidak
terungkap untuk menyentuh hati sendiri. Mungkin malam ini kali pertamanya aku
belajar untuk memindahkan pikiran penat menjadi hal yang lebih menenangkan. Besok
adalah tanggal 25 Agustus menjadi waktu penting untuk seseorang, bukan aku.
Mungkin akan menjadi hari keikhlasan untuk ku dan bukan hari patah hati seperti
pernikahan raisa dan hamish di tanggal 3 september nanti. Kata kata barusan
sebagai pembuka atas tiga hari berat yang kualami belakangan.
Semula semua baik-baik saja, bahkan hampir sempurna. Aku miliki
apa yang aku mau dan aku bisa makan apa yang aku inginkan. Kemudian tiba-tiba
berubah karena satu hal yang menjadi hipotesa kepanikan diri. Tapi diri ini
mengelak atas apa yang dipikirkan sebagai hipotesa, ah tak mungkin kata ku.
Ini tentang perasaan yang mungkin tak harus dianggap
penting. Perasaan yang sudah lupa aku bagaimana rasanya karena telalu lama
dipendam dan mungkin telah membusuk.
Seseorang.
Dia adalah orang yang sangat ku kenal dulu. Seseorang ini
yang mengajarkan aku kesabaran dan kepatuhan dalam menjalin suatu tali yang
mungkin lebih dari persahabatan. Orang yang aku kenal sebagai pribadi yang
dewasa dan bertanggung jawab. Ia sangat idealis dan teguh pendirian. Dengan
paras sewajarnya sebagaimana sesuatu yang menarik.
Aku tahu semula bagaimana ia dalam dunia yang menjadi media
bersosial dan bagaiamana ia di tiga hari terakhir.
Mendadak semua pecah layaknya gelas kaca di banting amarah.
Ia datang dengan dirinya sebagaimana dirinya dan dirinya sebagaimana seorang
ayah dari anak anak balita yang sangat kreatif menari bernyanyi sesuka hati. Menyenangkan hatiku memang bahkan sangat menyenangkan.
Namun apa daya, ia memang datang tapi ia pun pergi. Begitu saja. Tanpa berkata selamat tinggal. Ku tahu ia tak mengucapkkannya karena tak ada kata selamat datang dalam niat hatinya akan ku katakan.
Harap tinggal lah harap, senyum mau tak mau tetap berbinar. Waktu berlalu begitu cepat juga tanggal 25 Agustus yang ia tunggu tunggu akan datang. Mungkin seseorang itu lupa atau memang tidak peduli, Tak apalah semua sudah berakhir dan malam menjadi saksi sedihku usai.
Aku bukan yang dulu ia pikirkan. Bukan sebagai teman apalagi sebagai seseorang yang membuatnya bahagia kala sedih. Ia tetap menjadi orang yang idealis dan bertanggung jawab yang aku kenal. Tapi dia bukan dia yang mendengar keluh kesahku seperti dulu.
3 harii ini membuatku paham, tentang arti perasaan yang tak akan bisa bertahan jika sudah ada yang menggantikan. Mungkin itu teori yang ia anut. Sudah berakhir semua, mungkin tak ada lagi pertemanan atau pertemuan tercipta. Kini saatnya aku menjalani hidup ala kadarnya. Kembali menjalani hal biasa yang tiap hari dilakukan.
Terima kasih atas semua harap yang telah tercipta. Tapi ketahuilah segalanya dalam diriku tetap sama meski tidak dalam dirinya. Besok menjadi hari yang menarik untuk dirinya dan aku berharap hal terindah juga terjadi.
Selamat jalan.