Mega..
tak pernah samar ku dengar namanya di telingaku. Salah satu sahabatku pula.
Suatu kebanggaan besar saat seseorang dapat mengenalinya. Ia lah mega
Mega
kartikawati. Layaknya mantan ibu Negara Republik Indonesia. Megawati yang jika
di perpanjang namanya, jadilah Mega Kartikawati.
Gadis
kelahiran tujuh belas oktober seribu Sembilan ratus Sembilan puluh enam.
17
melambangkan suatu angka kesukaan nya, ya tentu saja itu merupakan tanggal
lahirnya. Tanggal lahir layaknya kemerdekaan Indonesia. 17 layaknya semangat
nya yang selalu berkobar , sekalipun kadang kemalasannya menghadang.
Aku tak
tahu, mengapa tuhan mentakdirkan aku bertemu dengannya. Beberapa tahun yang
lalu, jelas sekali kami selalu berada dalam gerombolan yang sama. FLCX namanya.
Angkatan yang membawa kami ke jenjang sekolah yang lebih tinggi sekalipun kini
kami masih bersama dan kembali dalam gerombolan yang kini bernama PV.
Mega,
yang dulunya merupakan gadis kecil nan lucu dan polos, tentu saja ia kini mulai
dewasa. Ia lahir dari keluarga keturunan sunda jawa. Ayahnya yang seorang
pilot, seseorang yang ia cintai. Lelaki yang bekerja keras banting tulang
hingga mengharuskannya pergi ke negri sebrang. Namun, mega tetap tumbuh dan
menjadi pribadi yang dewasa serta mandiri dalam berkata sekalipun jiwanya masih
terikat bahwa dia anak terakhir di keluarganya.
2008,
tahun dimana kami melangkahkan kaki menuju gerbang SMP Labschool Jakarta. Kami
tak satu kelompok saat mos, tak jua sekelas saat kelas tujuh, tapi kami saling
mengenal. Entah dari mana, jelas nya kami tau namun tak memiliki kedekatan.
FLCX
mulai dibuat, dan voila.. kelas 8 ada di hadapan ku. Dan aku memasuki kelas 8e
dan mega memasuki kelas 8d. kami bersebelahan. Namun hubungan kami tetaplah
jauh.
“ARYA
SATYA PARAMA CARAKA…” kami teriakan bersama dan barulah aku sadar bahwa kini
kami berdua berada dalam lingkaran salah satu organisasi yang ada di sekolah
kami. Dan disitulah kami mulai dekat. Tak dekat pula sebetulnya, kami masih
jauh namun kami wajib dekat karna kami satu kesatuan.
Jenjang
kami mulai naik, kami masuk ke kelas 9. Entah mengapa tuhan mentakdirkan aku
bersamanya. Dan 9c lah kelas idaman kami. Aku dan dia awalnya tak bersama,
hingga kami pun di anugrahkan tuhan untuk dapat duduk bersama. Awalnya aku tak
mengerti, siapa dia? Namun dialah sahabatku.
Canda tawa
riang hingga berjalan bersama kami selalu rasakan setiap hari. Berbarengan pula
dengan kata “similikiti” yang kami buat bersama Laras dan Devi. Mega adalah
seseorang yang sangatlah polos. Hingga disuatu ketika. Mega merasa telah
menyukai lawan jenis, dan lelaki itu adalah teman kami.
Pintar
berkata, bersyair dan bercerita.. dan inilah hasilnya
***
Kisah
cinta, pastilah ia punya. Awalnya, ia menyukai seseorang berumur diatas kami. Sekalipun
hanya setahun diatas kami. Anehnya, ia tak bernah berbicara bersama. Dan itulah
artinya kagum.
Mengganti
kepada seseorang didekatnya pun pernah dirasakan.
Hingga
SMA kami melangkah, aku dengan cintaku, dia dengan cintanya. Ia menemukan
seseorang dan ia percaya bahwa yang terbaik
namun ternyata itu yang terburuk. Entah mengapa kami begitu sama dalam
kisah cinta kami terdahulu. Rasa sakit, dan mega orang yang kuat. Itulah yang
aku bangga dari mega.
Hingga sekarang,
aku tahu lelaki idamannya. Tapi katakanlah bahwa hanya waktu dan tuhan yang
tahu akhir segalanya.
***
Al iz
well, dan baginya hidup ini memang rumit namun segalanya pasti punya kebaikannya
dan semua itu indah pada waktunya. Indah bukan berarti hanya baginya, tentunya
pula bagi diriku yakni sahabatnya.
“Selagi
gak ngerebut, kenapa enggak?” Motto, tak sembarang berkata namun memiliki arti
bahwa setiap cinta yang ada tak ada salahnya untuk dikagumi. Namun tentunya
waspada dan kesabaran, pastilah ada.
Mega
kini, mega.. tetap menjadi mega yang ku kenal dari awal. Ia mulai dewasa dan ia
mulai memahami banyak yang belum ia pahami. Dan aku tetap lah aku, sahabatnya.
Kami
punya cita cita yang berbeda, dan siapa yang tahu bahwa hasil dari kami berdua
mungkin saja sama. Hidup kini berbeda, dan haruslah berbeda. Dan hanya takdir
tuhan kembali yang akan menyatukan kami di hari depan.