Sabtu, 31 Desember 2011

Orang


Mega.. tak pernah samar ku dengar namanya di telingaku. Salah satu sahabatku pula. Suatu kebanggaan besar saat seseorang dapat mengenalinya. Ia lah mega

Mega kartikawati. Layaknya mantan ibu Negara Republik Indonesia. Megawati yang jika di perpanjang namanya, jadilah Mega Kartikawati.

Gadis kelahiran tujuh belas oktober seribu Sembilan ratus Sembilan puluh enam.
17 melambangkan suatu angka kesukaan nya, ya tentu saja itu merupakan tanggal lahirnya. Tanggal lahir layaknya kemerdekaan Indonesia. 17 layaknya semangat nya yang selalu berkobar , sekalipun kadang kemalasannya menghadang.

Aku tak tahu, mengapa tuhan mentakdirkan aku bertemu dengannya. Beberapa tahun yang lalu, jelas sekali kami selalu berada dalam gerombolan yang sama. FLCX namanya. Angkatan yang membawa kami ke jenjang sekolah yang lebih tinggi sekalipun kini kami masih bersama dan kembali dalam gerombolan yang kini bernama PV.

Mega, yang dulunya merupakan gadis kecil nan lucu dan polos, tentu saja ia kini mulai dewasa. Ia lahir dari keluarga keturunan sunda jawa. Ayahnya yang seorang pilot, seseorang yang ia cintai. Lelaki yang bekerja keras banting tulang hingga mengharuskannya pergi ke negri sebrang. Namun, mega tetap tumbuh dan menjadi pribadi yang dewasa serta mandiri dalam berkata sekalipun jiwanya masih terikat bahwa dia anak terakhir di keluarganya.

2008, tahun dimana kami melangkahkan kaki menuju gerbang SMP Labschool Jakarta. Kami tak satu kelompok saat mos, tak jua sekelas saat kelas tujuh, tapi kami saling mengenal. Entah dari mana, jelas nya kami tau namun tak memiliki kedekatan.

FLCX mulai dibuat, dan voila.. kelas 8 ada di hadapan ku. Dan aku memasuki kelas 8e dan mega memasuki kelas 8d. kami bersebelahan. Namun hubungan kami tetaplah jauh.

“ARYA SATYA PARAMA CARAKA…” kami teriakan bersama dan barulah aku sadar bahwa kini kami berdua berada dalam lingkaran salah satu organisasi yang ada di sekolah kami. Dan disitulah kami mulai dekat. Tak dekat pula sebetulnya, kami masih jauh namun kami wajib dekat karna kami satu kesatuan.

Jenjang kami mulai naik, kami masuk ke kelas 9. Entah mengapa tuhan mentakdirkan aku bersamanya. Dan 9c lah kelas idaman kami. Aku dan dia awalnya tak bersama, hingga kami pun di anugrahkan tuhan untuk dapat duduk bersama. Awalnya aku tak mengerti, siapa dia? Namun dialah sahabatku.

Canda tawa riang hingga berjalan bersama kami selalu rasakan setiap hari. Berbarengan pula dengan kata “similikiti” yang kami buat bersama Laras dan Devi. Mega adalah seseorang yang sangatlah polos. Hingga disuatu ketika. Mega merasa telah menyukai lawan jenis, dan lelaki itu adalah teman kami.

Pintar berkata, bersyair dan bercerita.. dan inilah hasilnya 


***

Kisah cinta, pastilah ia punya. Awalnya, ia menyukai seseorang berumur diatas kami. Sekalipun hanya setahun diatas kami. Anehnya, ia tak bernah berbicara bersama. Dan itulah artinya kagum.
Mengganti kepada seseorang didekatnya pun pernah dirasakan.

Hingga SMA kami melangkah, aku dengan cintaku, dia dengan cintanya. Ia menemukan seseorang dan ia percaya bahwa yang terbaik  namun ternyata itu yang terburuk. Entah mengapa kami begitu sama dalam kisah cinta kami terdahulu. Rasa sakit, dan mega orang yang kuat. Itulah yang aku bangga dari mega.

Hingga sekarang, aku tahu lelaki idamannya. Tapi katakanlah bahwa hanya waktu dan tuhan yang tahu akhir segalanya.

***

Al iz well, dan baginya hidup ini memang rumit namun segalanya pasti punya kebaikannya dan semua itu indah pada waktunya. Indah bukan berarti hanya baginya, tentunya pula bagi diriku yakni sahabatnya.

“Selagi gak ngerebut, kenapa enggak?” Motto, tak sembarang berkata namun memiliki arti bahwa setiap cinta yang ada tak ada salahnya untuk dikagumi. Namun tentunya waspada dan kesabaran, pastilah ada.

Mega kini, mega.. tetap menjadi mega yang ku kenal dari awal. Ia mulai dewasa dan ia mulai memahami banyak yang belum ia pahami. Dan aku tetap lah aku, sahabatnya.
Kami punya cita cita yang berbeda, dan siapa yang tahu bahwa hasil dari kami berdua mungkin saja sama. Hidup kini berbeda, dan haruslah berbeda. Dan hanya takdir tuhan kembali yang akan menyatukan kami di hari depan.

Kamis, 29 Desember 2011

Orang


Kini, aku ingin bercerita tentang sahabatku. Dialah sahabatku. Entah, kadang benang merah yang mempertemukannya denganku. Hidupku dengannya memang tak bergantung, tak berkata rindu, namun tak pernah usang dimakan zaman. Kami hidup dalam kisah dan jalan cerita masing masing. Kenangan muluk, sedih, kecewa, bertengkar lebih ratusan kali kami rasakan sejalan dengan ratusan hari yang kami jalani bersama. Namun, kami punya sejuta keindahan yang jika kami bukukan, akan berjumlah ribuan bahkan jutaan adanya.

Desty Retno NuringTyas namanya. Nama yang indah, sejalan dengan parasnya yang juga indah. Wanita berkulit sawo matang dengan tinggi badan melebihi tinggi badanku. Senyumannya yang manis, dengan lesung pipit yang kurasa hanya satu yang ia punya. Dagunya yang begitu membangkitkan senyumanku layaknya sebuah gunung yang terbelah oleh gentingan cinta. Suara merdunya pun tak pernah absen ku dengar tiap harinya. Dan dia lah sahabatku.

Gersang, kelam, sunyi, kegembiraan hidup dan segalanya kami sama-sama tahu. Dan memang, kami hidup bukan untuk sesuatu yang muluk. Kami hidup, memang untuk kehidupan. Berawal dari lahir nya dua orang bayi yang hanya empat hari berbeda lahirnya. Itulah aku dan dia. Kami tak tahu apa itu takdir, dan kami hanya mengerti bahwa kami lahir dari orang tua yang berbeda. 

Hidupku dengannya memang tak tahu mengapa  sungguhlah asing. Aku lahir atas takdir jawa betawi. Keluargaku tidak seperti keluarga dia yang merupakan peranakan jawa aceh.

Kesamaan kami sewaktu itu hanyalah, kesamaan pekerjaan dari salah satu dari orang tua kami. Sama sama mengajar sekalipun ayahnya yang lebih dulu mengajar dan baru lah ibuku.  Dan inilah hidup kami.

***
Berawal dari masuknya kami ke SMP swasta di Jakarta, iyalah tempat orang tua kami mencari penghasilan. Tapi ini bukan awal segalanya. Kami sudah bersahabat sebelum setibanya kami melangkah bersama seiring masuknya kami berdua ke jenjang lebih tinggi. Bertukar pikiran sudah kami lakukan sedari kami masih kecil. Tidur bersama, mandi bersama, makan bersama dan belanja bersama, puluhan kali ku lakukan bersamanya. SMP lah yang mempersatukan kami kembali. Dengan kepintaran yang berbeda beda dan tentu saja kedewasaan diantara kami sudah lebih dibandingkan pertama kalinya kami bersama.

SMP ini kami hadapi bersama pula, perbedaan kelas pun tak menghalangi obrolan kami yang selalu memiliki berbagai topik perbincangan. Dan tak lupa pula tentang cinta….

***
Disini, aku akan menceritakan tentang kisahnya. Mudah mungkin jika dipikirkan. Kecil pula mungkin dirasakan.Tak kasat mata pula jika dilihat. dan cinta merupakan sesuatu yang aku idolakan dari nya. Desty yang kepribadiaannya berwatak keras, akan menjadi lembut layaknya kapas jika di sentuh dengan cinta. Namun tak salah juga, ia mencintai sesosok pendiam jika sosok tersebut berada di kerubutan orang berkata. Dan tak salah juga, ia mencintai sesosok lelaki yang unggul dalam kepintarannya.

Tentu saja, dalam perjalanan cinta seseorang tak ada yang selalu mulus. Dia pernah jatuh dan pernah terbang setinggi angkasa. Dan yang kini aku sadari bahwa, “sekalipun ia sering terjatuh, namun ia tetap bertahan”. Dia menanti, sekalipun banyak pula lelaki menggodanya agar ia memberi cinta, ia menolak. Demi sesosok lelaki pendiam dalam kerumunan tadi. 

Tiga tahun penantiannya, namun tetap. berkali mencoba untuk memalingkan wajah untuk sesaat, namun tetap saja gagal.
Kadang aku berkata, Cinta itu memang gila. Tak ada salahnya juga mengagumi orang. tapi sekali lagi aku berkata, CINTA ITU GILA DAN BUTA DAN TULI DAN maya
Namun, aku ada disini untuknya. dan aku selalu mendukung adanya apapun yang ingin dilakukan olehnya. demi cintanya dan..... aku tetap sahabatnya.