Kamis, 29 Desember 2011

Orang


Kini, aku ingin bercerita tentang sahabatku. Dialah sahabatku. Entah, kadang benang merah yang mempertemukannya denganku. Hidupku dengannya memang tak bergantung, tak berkata rindu, namun tak pernah usang dimakan zaman. Kami hidup dalam kisah dan jalan cerita masing masing. Kenangan muluk, sedih, kecewa, bertengkar lebih ratusan kali kami rasakan sejalan dengan ratusan hari yang kami jalani bersama. Namun, kami punya sejuta keindahan yang jika kami bukukan, akan berjumlah ribuan bahkan jutaan adanya.

Desty Retno NuringTyas namanya. Nama yang indah, sejalan dengan parasnya yang juga indah. Wanita berkulit sawo matang dengan tinggi badan melebihi tinggi badanku. Senyumannya yang manis, dengan lesung pipit yang kurasa hanya satu yang ia punya. Dagunya yang begitu membangkitkan senyumanku layaknya sebuah gunung yang terbelah oleh gentingan cinta. Suara merdunya pun tak pernah absen ku dengar tiap harinya. Dan dia lah sahabatku.

Gersang, kelam, sunyi, kegembiraan hidup dan segalanya kami sama-sama tahu. Dan memang, kami hidup bukan untuk sesuatu yang muluk. Kami hidup, memang untuk kehidupan. Berawal dari lahir nya dua orang bayi yang hanya empat hari berbeda lahirnya. Itulah aku dan dia. Kami tak tahu apa itu takdir, dan kami hanya mengerti bahwa kami lahir dari orang tua yang berbeda. 

Hidupku dengannya memang tak tahu mengapa  sungguhlah asing. Aku lahir atas takdir jawa betawi. Keluargaku tidak seperti keluarga dia yang merupakan peranakan jawa aceh.

Kesamaan kami sewaktu itu hanyalah, kesamaan pekerjaan dari salah satu dari orang tua kami. Sama sama mengajar sekalipun ayahnya yang lebih dulu mengajar dan baru lah ibuku.  Dan inilah hidup kami.

***
Berawal dari masuknya kami ke SMP swasta di Jakarta, iyalah tempat orang tua kami mencari penghasilan. Tapi ini bukan awal segalanya. Kami sudah bersahabat sebelum setibanya kami melangkah bersama seiring masuknya kami berdua ke jenjang lebih tinggi. Bertukar pikiran sudah kami lakukan sedari kami masih kecil. Tidur bersama, mandi bersama, makan bersama dan belanja bersama, puluhan kali ku lakukan bersamanya. SMP lah yang mempersatukan kami kembali. Dengan kepintaran yang berbeda beda dan tentu saja kedewasaan diantara kami sudah lebih dibandingkan pertama kalinya kami bersama.

SMP ini kami hadapi bersama pula, perbedaan kelas pun tak menghalangi obrolan kami yang selalu memiliki berbagai topik perbincangan. Dan tak lupa pula tentang cinta….

***
Disini, aku akan menceritakan tentang kisahnya. Mudah mungkin jika dipikirkan. Kecil pula mungkin dirasakan.Tak kasat mata pula jika dilihat. dan cinta merupakan sesuatu yang aku idolakan dari nya. Desty yang kepribadiaannya berwatak keras, akan menjadi lembut layaknya kapas jika di sentuh dengan cinta. Namun tak salah juga, ia mencintai sesosok pendiam jika sosok tersebut berada di kerubutan orang berkata. Dan tak salah juga, ia mencintai sesosok lelaki yang unggul dalam kepintarannya.

Tentu saja, dalam perjalanan cinta seseorang tak ada yang selalu mulus. Dia pernah jatuh dan pernah terbang setinggi angkasa. Dan yang kini aku sadari bahwa, “sekalipun ia sering terjatuh, namun ia tetap bertahan”. Dia menanti, sekalipun banyak pula lelaki menggodanya agar ia memberi cinta, ia menolak. Demi sesosok lelaki pendiam dalam kerumunan tadi. 

Tiga tahun penantiannya, namun tetap. berkali mencoba untuk memalingkan wajah untuk sesaat, namun tetap saja gagal.
Kadang aku berkata, Cinta itu memang gila. Tak ada salahnya juga mengagumi orang. tapi sekali lagi aku berkata, CINTA ITU GILA DAN BUTA DAN TULI DAN maya
Namun, aku ada disini untuknya. dan aku selalu mendukung adanya apapun yang ingin dilakukan olehnya. demi cintanya dan..... aku tetap sahabatnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar